Teropong Militer - Tepat 1 April 2018, Gatot Nurmantyo resmi menanggalkan jabatannya sebagai Panglima TNI. Sehari berselang, Gatot memboyong keluarganya untuk berlibur ke sejumlah negara di Eropa. Gatot dikabarkan bakal berada di Benua Biru itu selama dua pekan.
loading...
Meskipun berada jauh dari Tanah Air, nama Gatot tetap menjadi buah bibir. Pasalnya, dalam beberapa hari terakhir, sejumlah videotron di Kota Malang menayangkan profil pria yang digadang-gadang bakal menjadi salah satu kandidat calon presiden (capres) atau calon wakil presiden (cawapres) di Pilpres. Nama Gatot juga kembali muncul dalam survei yang dirilis Indo Barometer, beberapa waktu lalu.
Keinginan Gatot untuk ikut serta dalam pertarungan Pilpres 2019 bukan lagi rahasia. Dalam video perpisahan yang ditautkan di akun Twitter pribadinya @Gatot_nurmantyo, Gatot juga secara tersirat mengutarakan kesiapannya bertarung menjadi peserta Pilpres.
loading...
"Sejalan dengan jiwa keprajuritan yang terus merekat erat, apabila Republik ini memanggil dan rakyat menghendaki, tentunya dengan semangat patriotisme saya selalu siap memberikan yang terbaik bagi NKRI yang sangat saya cintai," tutur Gatot di video itu.
Sumber Rappler di internal TNI juga membenarkan bahwa Gatot telah lama memendam hasrat menjadi penguasa. "Dulu sewaktu beliau jadi Panglima TNI. Tapi enggak tahu setelah pensiun. Mungkin berubah pikiran," ujarnya via pesan singkat, Rabu (4/4).
Semasa menjabat sebagai pemimpin tertinggi militer, Gatot memang kerap dinilai berpolitik praktis. Kajian Pusat Studi Keamanan dan Politik (PSKP) Universitas Padjadjaran bahkan menyebut bahwa 90% pernyataan Gatot di depan publik bernuansa politis. Meskipun bagian dari pemerintah, Gatot pun kerap menunjukkan sikap berseberangan.
Pakar komunikasi politik Effendi Ghazali mengatakan, sepak terjang Gatot sepanjang menjadi Panglima TNI hingga pensiun cenderung mengisyaratkan keinginan kuat Gatot untuk berkantor di Istana Negara. "Gestur Gatot itu emang ingin jadi Presiden. Sulit untuk ditafsirkan lain."
Lebih jauh, Effendi menilai, Gatot bisa menjadi alternatif pilihan yang kuat di antara Jokowi dan Prabowo. Menurut dia, Gatot cenderung dipersepsikan berpihak pada keinginan rakyat dalam tiga isu sentral yang bakal 'digoreng' di Pilpres 2019.
"Siapa yang memberi ruang gerak bagi PKI? Siapa yang dekat dengan umat atau menganiaya ulama? Siapa yang mendukung investasi asing, khususnya dari China, yang seakan-akan merampas kedaulatan Indonesia? Itu tiga isu sentral di Pilpres 2019 dan dalam tiga isu itu Gatot terdepan," cetusnya.
Namun demikian, Direktur Eksekutif Indo Barometer Mohammad Qodari berpendapat, sulit bagi Gatot untuk meraih tiket maju ke Pilpres 2019. Apalagi, Gatot bukan kader partai. Di papan survei yang dirilis sejumlah lembaga, elektabilitas Gatot juga belum mencapai dua digit.
"Partai mau mengusung kalau populer dan elektabilitasnya tinggi dan Gatot belum punya itu. Jadi, masih sulit untuk Gatot dicalonkan. Apalagi partai-partai yang ada sekarang sudah mengerucut dukungannya ke Jokowi dan Prabowo. PKB, PAN dan Partai Demokrat juga belum tentu mau mendukung Gatot," ujarnya.
Meskipun elektabilitasnya masih tergolong rendah, Gatot tetap menjadi buruan parpol. PKS misalnya, siap memberikan tiket Pilpres 2019 asalkan Gatot bersedia menjadi kader. "Kalau sudah kader bisa diusung. Kita juga sudah lakukan komunikasi politik soal itu," ujar Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera.
Senada, Wakil Ketua Umum Gerindra Fadli Zon juga membuka ruang bagi Gatot untuk bergabung menjadi kader sekaligus mengajukan diri mendampingi Prabowo. "Itu nanti tergantung beliau (Gatot). Tapi, sepanjang sejalan dengan platform perjuangan, Gerindra pasti welcome," ujarnya.
0 Komentar